Loading

Sabtu, 11 Januari 2014

MAKALAH ENDOMETRITIS DAN PERITONITIS



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
            Infeksi nifas mencakup semua peradangan yang disebabkan masuknya kuman-kuman ke dalam alat-alat genital pada saat kehamilan dan persalinan.
Dinegara-negara berkembang dengan pelayanan kebidanan yang masih jauh dari keaadaan sempurna kejadian infeksi nifas masih besar. Infeksi nifas umumnya disebabkan oleh bakteri yang dalam keadaan normal berada dalam usus dan jalan lahir.

            Salah satu contoh infeksi nifas yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu endometritis. Endometritis yaitu peradangan yang terjadi pada endometrium pada lapisan sebelah dalam. Sama-sama kita ketahui bahwa peradangan endometrium pada masa nifas diindonesia masih tinggi karena kurangnya ketelitian dan kecermatan dalam penanganan mengenai hal ini baik dalam masa kehamilan maupun persalinan .
            Masih kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga personal higiene, kurangnya pengetahuan tentang dampak jangka pendek dan jangka panjang endometritis bagi ibu menjadi salah faktor atau dasar bagi penulis untuk membahas tentang infeksi nifas mengenai endometritis.
Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada perforasi, perdarahan intraabdomen, infeksi, obstruksi dan strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis.
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen.
Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri (secara inokulasi kecil-kecilan); kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, resistensi yang menurun, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis.
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Dalam penulisan referat ini akan dibahas mengenai penanganan peritonitis. Peritonitis selain disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen yang berupa inflamasi dan penyulitnya, juga oleh ileus obstruktif, iskemia dan perdarahan. Sebagian kelainan disebabkan oleh cidera langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan.

1.2 Rumusan Masalah
1.            Apakah pengertian Endometritis ?
2.            Apakah penyebab Endometritis ?
3.            Apa saja faktor predisposisi Endometritis ?
4.            Bagaimana klasifikasi Endometritis ?
5.            Bagaimana tanda dan gejala Endometritis ?
6.            Bagaimana penatalaksanaan Endometritis ?
7.            Apakah pengertian peritonitis ?
8.            Apakah penyebab peritonitis ?
9.            Apa saja faktor predisposisi peritonitis?
10.        Bagaimana klasifikasi peritonitis?
11.        Bagaimana tanda dan gejala peritonitis?
12.        Bagaimana penatalaksanaan peritonitis?

1.3 Tujuan
Ø  Untuk mengetahui pengertian Endometritis
Ø  Untuk mengetahui penyebab Endometritis
Ø  Untuk mengetahui faktor predisposisi Endomentritis
Ø  Untuk mengetahui klasifikasi Endometritis
Ø  Untuk mengetahui tanda dan gejala Endometritis
Ø  Untuk mengetahui tanda dan gejala Endometritis
Ø  Untuk mengetahui pengertian peronetritis
Ø  Untuk mengetahui penyebab peronetritis
Ø  Untuk mengetahui faktor predisposisi peronetritis
Ø  Untuk mengetahui klasifikasi peronetritis
Ø  Untuk mengetahui tanda dan gejala peronetritis
Ø  Untuk mengetahui tanda dan gejala peronetritis




BAB II
PEMBAHASAN
2.1 ENDOMETRITIS
2.1.1 Pengertian Endometritis
Ø  Endometritis adalah suatu peradangan endometrium yang biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri pada jaringan ( Ben-zion Tuber, 1994 ).
Ø  Endometritis adalah infeksi pada endometrium atau yang disebut lapisan dalam dari rahim. ( Prof.dr.Ida Bagus,  ).
Ø  Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari rahim). (Manuaba, I.B. G., 1998).- Endometritis adalah suatu infeksi yag terjadi di endometrium, merupakan komplikasi pascapartum, biasanya terjadi 48 sampai 72 jam setelah melahirkan.
Ø  Endometritis adalah infeksi atau desidua endometrium, dengan ekstensi ke miometrium dan jaringan parametrial. Endometritis dibagi menjadi kebidanan dan nonobstetric endometritis. Penyakit radang panggul (PID) adalah sebuah Common nonobstetric pendahulunya dalam populasi.
Ø  Endometritis dapat juga terjadi karena kelanjutan dari kelahiran yang tidak normal, seperti abortus, retensi sekundinarum, kelahiran premature, kelahiran kembar, keahiran yang sukar (distokia), perlukaan yang disebabkan oleh alat-alat yang dipergunakan untuk pertolongan pada kelahiran yang sukar.
https://ufandshands.org/sites/default/files/graphics/images/en/17062.jpg

2.1.2 Tipe Endometritis
1.         Endometritis post partum (radang dinding rahim sesudah melahirkan)
2.         Endometritis sinsitial (peradangan dinding rahim akibat tumor jinak disertai sel sintitial dan trofoblas yang banyak)
3.         Endometritis tuberkulosa (peradangan pada dinding rahim endometrium dan tuba fallopi, biasanya akibat Mycobacterium tuberculosis.)

2.1.3 Etiologi
         Macam jalan kuman masuk ke dalam alat kandungan seperti eksogen (kuman datang dari luar), autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh) dan endogen (dari jalan lahir sendiri). Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50% adalah streptococcus anaerob yang sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni normal jalan lahir. Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi antara lain adalah :
1.         Streptococcus haemoliticus anaerobic
Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat. Infeksi ini biasanya eksogen (ditularkan dari penderita lain, alat-alat yang tidak suci hama, tangan penolong, infeksi tenggorokan orang lain).
2.         Staphylococcus aureus
Masuknya secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab infeksi di rumah sakit dan dalam tenggorokan orang-orang yang nampaknya sehat. Kuman ini biasanya menyebabkan infeksi terbatas, walaupun kadang-kadang menjadi sebab infeksi umum.
3.         Escherichia Coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rektum, menyebabkan infeksi terbatas pada perineum, vulva, dan endometrium. Kuman inimerupakan sebab penting dari infeksi traktus urinarius.
4.         Clostridium Welchii
Kuman ini bersifat anaerob, jarang ditemukan akan tetapi sangat berbahaya. Infeksi ini lebih sering terjadi pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong oleh dukun dari luar rumah sakit.
                   Endometritis sering ditemukan pada wanita setelah seksio sesarea terutama bila sebelumnya ada riwayat koriomnionitis, partus lama, pecah ketuban yang lama. Penyebab lainnya dari endometritis adalah adanya tanda jaringan plasenta yang tertahan setelah abortus dan melahirkan.
   Menurut Varney, H. (2001), hal-hal yang dapat menyebabkan infeksi pada wanita adalah:
1.         Waktu persalinan lama, terutama disertai pecahnya ketuban.
2.         Pecahnya ketuban berlangsung lama.
3.         Adanya pemeriksaan vagina selama persalinan dan disertai pecahnya ketuban.
4.         Teknik aseptik tidak dipatuhi.
5.         Manipulasi intrauterus (pengangkatan plasenta secara manual).
6.         Trauma jaringan yang luas/luka terbuka.
7.         Kelahiran secara bedah.
8.         Retensi fragmen plasenta/membran amnion.

                   Miroorganisme yang menyebabkan endometritis diantaranya Campylobacter foetus, Brucella sp., Vibrio sp., dan trikomoniasis foetus. Endometritis juga dapat diakibatkan oleh bakteri  oportunistik spesifik seperti Corynebacterium pyogenes,  Eschericia coli  dan Fusobacterium necrophorum .Endometritis biasa terjadi setelah kejadian aborsi , kelahiran kembar , serta kerusakan jalan kelahiran sesudah melahirkan.

2.1.4 Faktor Predisposisi
1.      Aborsi
2.      Kelahiran kembar
3.      Kerusakan jalan lahir
4.      Kelanjutan retensio plasenta yang mengakibatkan involusi pasca persalinan menjadi    menurun
5.      Adanya korpus luteun persisten.
6.      Persalinan Pervaginam
Jika dibandingkan dengan persalinan perabdominan/sc, maka timbulnya endometritis pada tersalinan pervaginam relatif jarang.Bila persalinan pervaginam disertai penyulit yaitu pada ketuban pecah prematur yang lama, partus yang lama dan pemeriksaan dalam berulang, maka kejadian endometritis akan meningkat sampai mendekati 6%. Bila terjadi korioamniotis intrapartum, maka kejadian endometritis akan lebih tinggi yaitu mencapai 13%.
7.      Persalinan SC
SC merupakan faktor predisposisi utama timbulnya endometritis dan erat kaitannya dengan status sosial ekonomi penderita. Faktor resiko penting untuk timbulnya infeksi adalah lamanya proses persalinan dan ketuban pecah, pemeriksaan dalam berulang dan pemakaian alat monitoring janin internal. Karena adanya faktor resiko tersebut america college of obsetricians andgynekologists menganjurkan pemberian antibiotika profilaksis pada tindakan secsio caesarea.




2.1.5 Tanda dan Gejala Endometritis
Tanda dan gejala endometritis antara lain :                            
1.      Peningkatan demam secara persisten hingga 40 derajat celcius. Tergantung pada keparahan infeksi.
2.      Takikardia
3.      Menggigil dengan infeksi berat
4.      Nyeri tekan uteri menyebar secara lateral
5.      Nyeri panggul dengan pemeriksaan bimanual
6.      Subinvolusi
7.      Lokhia sedikit, tidak berbau atau berbau tidak sedap, lokhia seropurulenta
8.      Hitung sel darah putih mungkin meningkat di luar leukositisis puerperium fisiologis
9.      Perdarahan pervaginam
10.  Shock sepsis maupun hemoragik
11.  Abdomen distensi atau pembengkakan.
12.  Abnormal pendarahan vagina
13.  Discomfort dengan buang air besar (sembelit mungkin terjadi)
14.  Terjadi  ketidaknyamanan, kegelisahan, atau perasaan sakit (malaise)

2.1.6  Klasifikasi Endometritis
Menurut Wiknjosastro (2002),
1.      Endometritis akuta
            Terutama terjadi pada masa post partum / post abortum. Pada endometritis post partum regenerasi endometrium selesai pada hari ke-9, sehingga endometritis post partum pada umumnya terjadi sebelum hari ke-9. Endometritis post abortum terutama terjadi pada abortus provokatus.
            Pada endometritis akuta, endometrium mengalami edema dan hiperemi, dan pada pemeriksaan mikroskopik terdapat hiperemi, edema dan infiltrasi leukosit berinti polimorf yang banyak, serta perdarahan-perdarahan interstisial. Sebab yang paling penting ialah infeksi gonorea dan infeksi pada abortus dan partus.
            Infeksi gonorea mulai sebagai servisitis akut, dan radang menjalar ke atas dan menyebabkan endometritis akut. Infeksi gonorea akan dibahas secara khusus.
            Pada abortus septik dan sepsis puerperalis infeksi cepat meluas ke miometrium dan melalui pembuluh-pembuluh darah limfe dapat menjalar ke parametrium, ketuban dan ovarium, dan ke peritoneum sekitarnya. Gejala-gejala endometritis akut dalam hal ini diselubungi oleh gejala-gejala penyakit dalam keseluruhannya. Penderita panas tinggi, kelihatan sakit keras, keluar leukorea yang bernanah, dan uterus serta daerah sekitarnya nyeri pada perabaan.
            Sebab lain endometritis akut ialah tindakan yang dilakukan dalam uterus di luar partus atau abortus, seperti kerokan, memasukan radium ke dalam uterus, memasukan IUD (intra uterine device) ke dalam uterus, dan sebagainya.
            Tergantung dari virulensi kuman yang dimasukkan dalam uterus, apakah endometritis akut tetap berbatas pada endometrium, atau menjalar ke jaringan di sekitarnya.
            Endometritis akut yang disebabkan oleh kuman-kuman yang tidak seberapa patogen pada umumnya dapat diatasi atas kekuatan jaringan sendiri, dibantu dengan pelepasan lapisan fungsional dari endometrium pada waktu haid. Dalam pengobatan endometritis akuta yang paling penting adalah berusaha mencegah, agar infeksi tidak menjalar.
Gejalanya :
a.       Demam
b.      Lochea berbau : pada endometritis post abortum kadang-kadang keluar lochea yang purulent.
c.       Lochea lama berdarah malahan terjadi metrorrhagi.
d.      Kalau radang tidak menjalar ke parametrium atau parametrium tidak nyeri.
Penatalaksanaan :
Dalam pengobatan endometritis akut yang paling penting adalah berusaha mencegah agar infeksi tidak menjalar.
Terapi :
a.       Uterotonika.
b.      Istirahat, letak fowler.
c.       Antibiotika.
d.      Endometritis senilis perlu dikuret untuk menyampingkan corpus carsinoma. Dapat diberi estrogen.


2.      Endometritis kronika
            Radang ini jarang dijumpai , namun biasanya terjadi pada wanita yang masih menstruasi. Dimana radang dapat terjadi pada lapisan basalis yang tidak terbuang pada waktu menstruasi. Endometritis kronik primaria dapat terjadi sesudah menopauase, dimana radang tetap tinggal dan meluas sampai ke bagian endometrium lain. Endometritis kronik ditandai oleh adanya sel-sel plasma pada stroma. Penyebab yang paling umum adalah Penyakit Radang Panggul (PID), TBC, dan klamidia. Pasien yang menderita endometritis kronis sebelumnya mereka telah memiliki riwayat kanker leher rahim atau kanker  endrometrium. Gejala endometritis kronis berupa noda darah yang kotor dan keluhan sakit perut bagian bawah, leukorea serta kelainan haid seperti menorhagia dan metrorhagia. Pengobatan tergantung dari penyebabnya.

Endometritis kronis ditemukan:
a.       Pada tuberkulosis.
b.      Jika tertinggal sisa-sisa abortus atau partus.
c.       Jika terdapat korpus alineum di kavum uteri.
d.      Pada polip uterus dengan infeksi.
e.       Pada tumor ganas uterus.
f.       Pada salpingo – oofaritis dan selulitis pelvik.

            Endometritis tuberkulosa terdapat pada hampir setengah kasus-kasus TB genital. Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan tuberkel pada tengah-tengah endometrium yang meradang menahun.
            Pada abortus inkomplitus dengan sisa-sisa tertinggal dalam uterus terdapat desidua dan vili korealis di tengah-tengah radang menahun endometrium.
            Pada partus dengan sisa plasenta masih tertinggal dalam uterus, terdapat peradangan dan organisasi dari jaringan tersebut disertai gumpalan darah, dan terbentuklah apa yang dinamakan polip plasenta.
            Endometritis kronika yang lain umumnya akibat ineksi terus-menerus karena adanya benda asing atau polip/tumor dengan infeksi di dalam kavum uteri.


Gejalanya :
o   Flour albus yang keluar dari ostium.
o   Kelainan haid seperti metrorrhagi dan menorrhagi.
Ø  Terapi :
Ø  Perlu dilakukan kuretase.

2.1.7 Patogenesis
            Rahim merupakan organ yang steril sedangkan di vagina terdapat banyak mikroorganisme oportunistik. Mikroorganisme dari vagina ini dapat secara asenden masuk ke rahim terutama pada saat perkawinan atau melahirkan. Bila jumlah mikroorganisme terlalu banyak dan kondisi rahim mengalami gangguan maka dapat terjadi endometritis. Kejadian endometritis kemungkinan besar terjadi pada saat kawin suntik atau penanganan kelahiran yang kurang higienis, sehingga banyak bakteri yang masuk, seperti bakteri non spesifik (E. coli, Staphilylococcus, Streptococcus dan Salmonella), maupun bakteri spesifik (Brucella sp, Vibrio foetus dan Trichomonas foetus).
            Infeksi uterus pada persalinan pervaginam terutama terjadi pada tempat implantasi plesenta, desidua, dan miometrium yang berdekatan.bakteri yang berkoloni  diserviks akan dan vagina akan menginvasi tempat implantasi plasenta saat itu biasanya merupakan sebuah luka dengan diameter kurang lebih 4  cm dengan permukaan luka berbenjol–benjol  karena banyaknya vena yang ditutupi trombus. Daerah ini merupakan tempat yang baik untuk tumbuhnya kuman-kuman patogen
            Infeksi uterus pasca operasi sesar umumnya akibat infeksi pada luka operasi selain infeksi yang terjadi pada tempat implantasi plasenta.

2.1.8 Gambaran Klinis
            Gambaran klinis dari endometritis tergantung pada jenis dan virulensi kuman, daya tahan penderita dan derajat trauma pada jalan lahir. Kadang-kadang lokhea tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta dan selaput ketuban. Keadaan ini dinamakan lokiometra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu yang segera hilang setelah rintangan dibatasi. Uterus pada endometrium agak membesar, serta nyeri pada perabaan, dan lembek.
            Pada endometritis yang tidak meluas penderita pada hari-hari pertama merasa kurang sehat dan perut nyeri, mulai hari ke 3 suhu meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun, dan dalam kurang lebih satu minggu keadaan sudah normal kembali, lokhea pada endometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang berbau. Hal yang terakhir ini tidak boleh menimbulkan anggapan bahwa infeksinya berat. Malahan infeksi berat kadang-kadang disertai oleh lokhea yang sedikit dan tidak berbau.
Gambaran klinik dari endometritis:
1.         Nyeri abdomen bagian bawah.
2.         Mengeluarkan keputihan (leukorea).
3.         Kadang terjadi pendarahan.
4.         Dapat terjadi penyebaran :
a.       Miometritis
b.      Parametritis
c.       Salpingitis
d.      Ooforitis
e.       Pembentukan penahanan sehingga terjadi abses. (Manuaba, I. B. G., 1998)

Menurut Varney, H (2001), tanda dan gejala endometritis meliputi:
1.         Takikardi 100-140 bpm.
2.         Suhu 30 – 40ᵒ celcius.
3.         Menggigil.
4.         Nyeri tekan uterus yang meluas secara lateral.
5.         Peningkatan nyeri setelah melahirkan.
6.         Sub involusi.
7.         Distensi abdomen.
8.         Lokea sedikit dan tidak berbau/banyak, berbau busuk, mengandung darah seropurulen.
9.         Awitan 3-5 hari pasca partum, kecuali jika disertai infeksi streptococcus.
10.     Jumlah sel darah putih meningkat.



2.1.9 Diagnosis          
            Endometritis dapat terjadi secara klinis dan subklinis. Diagnosis endometritis dapat didasarkan pada riwayat kesehatan, pemeriksaan rektal, pemeriksaan vaginal dan biopsi. Keluhan kasus endometritis biasanya beberapa kali dikawinkan tetapi tidak bunting, siklus birahi diperpanjang kecuali pada endometritis yang sangat ringan. Pemeriksaan vaginal dapat dilakukan dengan menggunakan vaginoskop dengan melihat adanya lendir, lubang leher rahim (serviks) agak terbuka dan kemerahan di daerah vagina dan leher rahim. Pada palpasi per rektal akan teraba dinding rahim agak kaku dan di dalam rahim ada cairan tetapi tidak dirasakan sebagai fluktuasi (tergantung derajat infeksi).
Secara klinis karakteristik endometritis dengan adanya pengeluaran mucopurulen pada vagina, dihubungkan dengan ditundanya involusi uterus. Diagnosa endometritis tidak didasarkan pada pemeriksaan histologis dari biopsy endometrial. Tetapi pada kondisi lapangan pemeriksaan vagina dan palpasi traktus genital per rectum adalah teknik yang sangat bermanfaat untuk diagnosa endometritis. Pemeriksaan visual atau manual pada vagina untuk abnormalitas pengeluaran uterus adalah penting untuk diagnosa endometritis, meski isi vagina tidak selalu mencerminkan isi dari uterus. Flek dari pus pada vagina dapat berasal dari uterus, cervik atau vagina dan mukus tipis berawan sering dianggap normal. Sejumlah sistem penilaian telah digunakan untuk menilai tingkat involusi uterus dan cervik, pengeluaran dari vagina alami. Sistem utama yang digunakan adalah kombinasi dari diameter uterus dan cervik, penilaian isi dari vagina. 
Sangat penting untuk dilakukan diagnosa dan memberi perlakuan pada kasus endometritis di awal periode post partum. Setiap ibu harus mengalami pemeriksaan postpartum dengan segera pada saat laktasi sebagai bagian dari program kesehatan yang rutin. Kejadian endometritis dapat didiagnosa dengan adanya purulen dari vagina yang diketahui lewat palpasi rektal. Diagnosa lebih lanjut seperti pemeriksaan vaginal dan biopsi mungkin diperlukan. Yang harus diperhatikan pada saat palpasi dan pemeriksaan vaginal meliputi ukuran uterus, ketebalan dinding uterus dan keberadaan cairan beserta warna, bau dan konsistensinya. Sejarah tentang trauma kelahiran, distosia, retensi plasenta atau vagina purulenta saat periode postpartum dapat membantu diagnosa endometritis. Pengamatan oleh inseminator untuk memastikan adanya pus, mengindikasikan keradangan pada uterus.  Sejumlah kecil pus yang terdapat pada pipet inseminasi dan berwarna keputihan bukanlah suatu gejala yang mangarah pada endometritis.
Keradangan pada cervix (cervisitis) dan vagina (vaginitis) juga mempunyai abnormalitas seperti itu. Bila terdapat sedikit cairan pada saat palpasi uterus, penting untuk melakukan pemeriksaan selanjutnya yaitu dengan menggunakan spekulum.  Untuk beberapa kasus endometritis klinis atau subklinis, diagnosa diperkuat dengan biopsy uterin. Pemeriksaan mikroskopis dari jaringan biopsy akan tampak adanya peradangan akut atau kronik pada dinding uterus. Pemeriksaan biopsi uterin dapat untuk memastikan terjadinya endometritis dan adanya organisme di dalam uterus. Tampak daerah keradangan menunjukkan terutama neutrofil granulocyte dan dikelilingi jaringan nekrosis dengan koloni coccus.
Cara sederhana juga adalah dengan melakukan pemeriksaan manual pada vagina dan mengambil mukus untuk di inspeksi. Keuntungan teknik ini adalah murah, cepat, menyediakan informasi sensory tambahan seperti deteksi laserasi vagina dan deteksi bau dari mukus pada vagina. Satu prosedur adalah pembersihan vulva menggunakan paper towel kering dan bersih, sarung tangan berlubrican melalui vulva ke dalam vagina. Pinggir, atas dan bawah dinding vagina dan os cervik eksterna dipalpasi dan isi mukus vagina diambil untuk diperiksa. Tangan biasanya tetap di vagina untuk sekurangnya 30 detik. Pemeriksaan vagina manual telah sah dan tidak menyebabkan kontaminasi bakteri uterus, menimbulkan phase respon protein akut atau menunda involusi uterus. Tetapi operator sadar bahwa vaginitis dan cervicitis mungkin memberikan hasil yang salah. Vaginoscopy dapat dilakukan dengan menggunakan autoclavable plastik, metal atau disposable foil- lined cardboard vaginoscope, yang diperoleh adalah inspeksi dari isi vagina. Tetapi mungkin ada beberapa resistensi menggunakan vaginoscop karena dirasa tidak mudah, potensial untuk transmisi penyakit dan harganya. Alat baru untuk pemeriksaan mukus vagina terdiri dari batang stainless steel dengan hemisphere karet yang digunakan untuk mengeluarkan isi vagina.

2.1.10 Komplikasi Endometritis
Komplikasi yang potensial dari endometritis adalah sebagai berikut:
1. Luka infeksi
            Infeksi luka biasanya terjadi pada hari kelima pasca operasi sebagai demam menetap meskipun pasien mendapat terapi antimikroba yang adekuat. Biasanya dijumpai eritema, indurasi, dan drainase insisi.

2.Karena peritonitis
            Peritonitis pasca sesar mirip dengan peritonitis bedah, kecuali rigiditas abdomen biasanya tidak terlalu mencolok karena peregangan abdomen yang berkaitan dengan kehamilan. Nyeri mungkin hebat. Jika infeksi berawal di uterus dan meluas hanya ke peritonium di dekatnya (peritonitis panggul),terapi biasanya medis. Sebaliknya peritonitis abdomen generalisata akibat cedera usus  atau nekrosis insisi uterus, sebaiknya diterapi secara bedah .
3.Parametrial phlegmon
            Pada sebagian wanita yang mengalami metritis setelah sesar , terjadi selulitis parametrium yang intensif. Hal ini menyebabkan terbentuknya daerah indursi yang disebut flegmon, di dalam lembar-lembar ligamentum latum (parametria)atau dibawah lipatan kandung kemih yang berada di atas insisi uterus. Selulitis ini umumnya unilateral dan dapat meluas ke lateral ke dinding samping panggul. Infeksi ini harus dipertimbangkan jika demam menetap setelah 72 jam meskipun pasien sudah mendapat terapi untuk endomiometritis pasca sesar.
4.Panggul abses
            Flegmon parametrium dapat mengalami supurasi, membentuk abses ligamentum latum yang fluktuatif. Jika abses ini pecah, dapat timbul peritonitis yang mengancam nyawa. Dapat dilakukan drainase abses dengan menggunakan tuntunan computed tomography, kolpotami, atau  melalui abdomen, bergantung pada lokasi abses. 
5.Abses subfasia dan Terbukanya jaringan parut uterus
            Kompilkasi serius endometritis pada wanita yang melahirkan sesar adalah terbukanya insisi akibat infeksi nekrosis disertai perluasan ke dalam ruang subfasia di sekitar dan akhirnya pemisahan insisi fasia . Hal ini bermanifestasi sebagai drainase subfasia pada wanita dengan demam lama. Di perlukan eksplorasi bedah dan pengangkatan uterus yang terinfeksi.
       6.Septik panggul thrombophlebitis
            Di dahului oleh infeksi bakteri di tempat implantasi plasenta atau insisi uterus. Infeksi dapat meluas di sepanjang rute vena dan mungkin mengenai vena-vena di ovarium.





2.1.11 Penatalaksanaan Endometritis
1.      Antibiotika ditambah drainase yang memadai merupakan pojok sasaran terapi. Evaluasi klinis dari organisme yang terlihat pada pewarnaan gram, seperti juga pengetahuan bakteri yang diisolasi dari infeksi serupa sebelumnya, memberikan petunjuk untuk terapi antibiotik.
2.      Cairan intravena dan elektrolit merupakan terapi pengganti untuk dehidrasi ditambah terapi pemeliharaan untuk pasien-pasien yang tidak mampu mentoleransi makanan lewat mulut. Secepat mungkin pasien diberikan diit per oral untuk memberikan nutrisi yang memadai.
3.      Pengganti darah dapat diindikasikan untuk anemia berat dengan post abortus atau post partum.
4.      Tirah baring dan analgesia merupakan terapi pendukung yang banyak manfaatnya.
5.      Tindakan bedah: endometritis post partum sering disertai dengan jaringan plasenta yang tertahan atau obstruksi serviks. Drainase lokia yang memadai sangat penting. Jaringan plasenta yang tertinggal dikeluarkan dengan kuretase perlahan-lahan dan hati-hati. Histerektomi dan salpingo – oofaringektomi bilateral mungkin ditemukan bila klostridia telah meluas melampaui endometrium dan ditemukan bukti adanya sepsis sistemik klostridia (syok, hemolisis, gagal ginjal)

2.2 PERITONITIS
2.2.1 Pengertian
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa rongga abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis / kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi.
Peritonitis merupakan sebuah proses peradangan pada membrane serosa yang melingkupi kavitas abdomen dan organ yang terletak didalamnyah. Peritonitis sering disebabkan oleh infeksi peradangan lingkungan sekitarnyah melalui perforasi usus seperti rupture appendiks atau divertikulum karena awalnya peritonitis merupakan lingkungan yang steril. Selain itu juga dapat diakibatkan oleh materi kimia yang irritan seperti asam lambung dari perforasi ulkus atau empedu dari perforasi kantung empeduatau laserasi hepar. Pada wanita sangat dimungkinkan peritonitis terlokalisasi pada rongga pelvis dari infeksi tuba falopi atau rupturnya kista ovari. Kasus peritonitis akut yang tidak tertangani dapat berakibat fatal.

2.2.2 Etiologi
Bentuk peritonitis yang paling sering ialah Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) dan peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena ninfeksi intra abdomen,tetapi biasanya terjadi pada pasien yang asites terjadi kontaminasi hingga kerongga peritoneal sehinggan menjadi translokasi bakteri munuju dinding perut atau pembuluh limfe mesenterium, kadang terjadi penyebaran hematogen jika terjadi bakterimia dan akibat penyakit hati yang kronik. Semakin rendah kadar protein cairan asites, semakin tinggi risiko terjadinya peritonitis dan abses. Ini terjadi karena ikatan opsonisasi yang rendah antar molekul komponen asites pathogen yang paling sering menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative E. Coli 40%, Klebsiella pneumoniae 7%, spesies Pseudomonas, Proteus dan gram lainnya 20% dan bakteri gram positif yaitu Streptococcus pnemuminae 15%, jenis Streptococcus lain 15%, dan golongan Staphylococcus 3%, selain itu juga terdapat anaerob dan infeksi campur bakteri. Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ-organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal terutama disebabkan bakteri gram positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Peritonitis tersier terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah mendapatkan terapi SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat, bukan berasal dari kelainan organ, pada pasien peritonisis tersier biasanya timbul abses atau flagmon dengan atau tanpa fistula. Selain itu juga terdapat peritonitis TB, peritonitis steril atau kimiawi terjadi karena iritasi bahan-bahan kimia, misalnya cairan empedu, barium, dan substansi kimia lain atau prses inflamasi transmural dari organ-organ dalam (Misalnya penyakit Crohn).

2.2.3 Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis.
Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan kuman S. Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk keusus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi, perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam selama kurang lebih 2 minggu yang disertai nyeri kepala, batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defans muskuler, dan keadaan umum ang merosot karena toksemia.
Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritoneum yang mulai di epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis generalisata. Perforasi lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsangan peritonium oleh asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas. Kemudian menyebar keseluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu menunjukkan rangsangan peritoneum berupa mengenceran zat asam garam yang merangsang, ini akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria.
Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan,makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena sehingga udem bertambah kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis baik lokal maupun general.
Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul abdomen dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang berongga intra peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi dari organ berongga tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi feses. Rangsangan kimia onsetnya paling cepat dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya didaerah lambung maka akan terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah seperti kolon, mula-mula tidak terjadi gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena perangsangan peritoneum.

2.2.4 Klasifikasi
Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
A. Peritonitis Bakterial Primer
1. Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen.Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau Pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu: Spesifik : misalnya Tuberculosis.
2.Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis an Tonsilitis.
Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.
Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.
B. Peritonitis Bakterial Akut Sekunder (Supurativa)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organism tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakterii anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi.Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu peritonitis. Kuman dapat berasal dari:
·   Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum peritoneal.
·   Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan oleh bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus.
·   Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya appendisitis.

C. Peritonitis tersier, misalnya:        
Peritonitis yang disebabkan oleh jamur
Ø  Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan.
Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine.
D.Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis:
Ø  Aseptik/steril peritonitis
Ø  Granulomatous peritonitis
Ø  Hiperlipidemik peritonitis
Ø  Talkum peritonitis
2.2.5 Tanda dan Gejala
Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum. Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dnegan paraplegia dan penderita geriatric.

2.2.6 Penatalaksanaan Medis
  1. Bila peritonitis meluas dan pembedahan dikontraindikasikan karena syok dan kegagalan sirkulasi, maka cairan oral dihindari dan diberikan cairan vena untuk mengganti elektrolit dan kehilangan protein. Biasanya selang usus dimasukkan melalui hidung ke dalam usus untuk mengurangi tekanan dalam usus.
  2. Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik, drainase bedah dan perbaikan dapat diupayakan.
  3. Pembedahan mungkin dilakukan untuk mencegah peritonitis, seperti apendiktomi. Bila perforasi tidak dicegah, intervensi pembedahan mayor adalah insisi dan drainase terhadap abses









BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
                  
                   Endometritis ini terjadi karena karena kurangnya kesadaran ibu nifas dalam hal personal  higiene dan merawat luka perineum. Padahal infeksi ini dalam jangka pendek dapat menyebabkan terjadinya penurunan kesuburan dan dalam jangka panjang menggannggu sistem reproduksi karena perubahan saluran reproduksi. Pengobatan dan penanganan yang tepat sangat dibutuhkan dalam kasus endometritis.
Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus visera dalam rongga perut. Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Peritonitis yang terlokalisir hanya dalam rongga pelvis disebut pelvioperitonitis.
Penyebab peritonitis antara lain : penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi, penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual, infeksi dari rahim dan saluran telur, kelainan hati atau gagal jantung, peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan, dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal), iritasi tanpa infeksi.

3.2 Saran
                   Kepada mahasisiwi kebidanan agar lebih dapat memahami jenis infeksi pada ibu nifas terutama endometritis dan peritnonitis.
                   Bagi petugas kesehatan khususnya bidan dapat mengetahui tindak lanjut penanganan endometritis pada ibu nifas, dan bidan dapat mengenali tanda dan gejala terjadinya endometritis dan perinotritis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar